NAPAS,
BATAS KEHIDUPAN
(Abu Kholid)
Sadarkah
anda untuk dapat membaca blog kesayangan Anda ini dengan nyaman, berjuta-juta
sel yang tertanam di dasar retina mata Anda telah bekerja serempak dalam
perkhidmatannya untuk mendukung kehidupan Anda. Selayaknya sebuah makhluk
hidup, setiap sel tersebut membutuhkan pasokan energi agar dapat sempurna
berperan sebagai bagian indera penglihatan. Setiap energi yang dibutuhkan oleh
sel-sel ini (dan juga lebih dari 100 milyar sel yang ada dalam tubuh) diperoleh
dari proses “pembakaran” yang pemeran utamanya adalah oksigen. Oksigen sendiri
berada dalam tubuh, dari sebab aktivitas bernapas.
Ilustrasi
di atas menyadarkan kita betapa berartinya setiap tarikan napas. Sebuah
kenyataan yang terkadang kita tidak pernah menyadarinya. Maka dalam tafakur
kali ini, kita akan meneluri perjalanan setiap atom oksigen dalam sistem
pernapasan kita. Semoga hal itu semua menyadarkan kita akan Kehebatan dan
Kekuasaan Alloh yang berjalan dalam tubuh kita. Amiin.
Oksigen
dan Kehidupan Kita
Dalam
kondisi normal, untuk mendukung proses bernapas, dalam sehari semalam kita
membutuhkan tidak kurang 300 liter oksigen atau seperempat liter setiap
menitnya. Jika diakumulasikan dengan oksigen yang dibutuhkan oleh semua orang
yang hidup di dunia ditambah semua jenis hewan, dapat dibayangkan betapa dalam
setiap harinya harus tersedia volume udara dalam jumlah sangat besar. Sekian
besar jumlah oksigen yang dibutuhkan setiap makhluk hidup, semua didapat
gratis, tinggal dihirupnya di alam lepas. Alloh dengan kemurahan-Nya telah
menyediakannya dalam jumlah dan kadar yang cukup untuk mendukung kehidupan di
muka bumi dengan segenap kemudahannya.
Walau
oksigen adalah bagian gas yang sangat vital mendukung kehidupan di muka bumi,
namun tidak sertamerta menjadi bagian gas yang dominan di atmosfir. Kadar
oksigen di udara kita hanya berkisar 21% saja. Jauh dibawah nitrogen yang
mencapai 77%. Namun perbandingan kadar oksigen dan nitrogen yang demikian ini
adalah batas perbandingan yang terbaik. Jika perbandingan ini kita ubah,
umpamanya dengan alasan bahwa oksigen sangat penting sehingga kadarnya kita
naikkan, maka bukan kebaikan yang muncul, malah kehancuran mengancam kehidupan
kita. Karena penambahan 1% saja kadar oksigen di udara, akan menimbulkan resiko
kebakaran meningkat 70% dari kondisi normal.
Bahkan
jika kadar oksigen sampai di atas 25%, satu letupan kecil api sudah mampu
menjadi sebab timbulnya kebakaran hebat yang mampu melumat ludes seluruh
kawasan hutan di muka bumi. Dengan demikian, kadar oksigen, nitrogen, dan juga
gas-gas lain di alam raya ini sebenarnya dalam batasan-batasan yang sangat
sempit membentuk perbandingan dimana antara resiko dan keuntungan tepat
seimbang.
Binatang
baik yang hidup di lautan maupun di daratan ditambah ummat manusia terus-menerus
menghirup oksigen dan menghasilkan gas buang berupa karbondioksida. Di sisi
lain, tumbuhan dengan segenap jenisnya dirancang Alloh Swt melakukan kerja
sebaliknya. Mereka menghirup Karbondioksida dan melepaskan jutaan ton oksigen
setiap harinya. Berkat rancangan ini, sistem kehidupan terus berlanjut. Dan
planet kita ini masih layak sebagai tempat kehidupan. Yang satu melepas
sementara yang lainnya menerima. Dua peran yang tidak ada “iri-irian” di
dalamnya. Mengapa dapat demikian? Padahal dalam dunia nyata manusia, lazimnya
memberi selalu diiringi dengan pamrih imbalan. Namun antara manusia di satu
pihak dngan tumbuhan di sisi yang lain, peran melepas dan menerima oksigen
adalah hajat mereka masing-masing yang jika tidak diperankan justru membawa
malapetaka bagi mereka sendiri. Mungkin dalam “dunia manusia” jika berbuat
kebaikan dipahami sebagai hajat setiap diri manusia, niscaya sifat ikhlas akan
selalu mengiringi amal-amal kebaikan mereka.
Pengaturan
demikian sempurna dari Sang Pencipta dapat juga kita perhatikan pada rancangan
kerapatan, kekentalan, dan tekanan
setiap bagian gas ini di udara dan juga di dalam tubuh kita. Alloh Swt
merancang udara yang menyelimuti permukaan bumi kita dengan tekanan udara 760
mm air raksa dan kerapatannya sekitar 1 gram/liter, lalu kekentalannya kurang
lebih 50:1 dengan air. Angka-angka ini adalah batasan-batasan yang tepat benar
dengan rancangan pada organ pernapasan manusia.
Dengan
kisaran yang demikian tepat, kita dapat bernapas dengan santai dengan
penggunaan energi yang sangat minimum. Jika angka-angka di atas bergeser
sedikit saja ke atas, kita harus berusaha super keras dengan kehilangan energi
setara yang kita gunakan untuk bekerja berat, justru hanya untuk dapat bernapas
saja. Setiap menarik napas kita akan terasa seperti tercekik. Menghirup udara
menjadi perkara yang menyusahkan. Bernafas yang mestinya suatu perbuatan yang
membawa kelapangan, justru akan berubah menjadi kesulitan yang berkepanjangan,
seumur hidup manusia. Disini kembali menyadarkan kita betapa telah berlaku
sebuah rancangan yang super cermat antara proses penciptaan organ pernafasan
dengan penciptaan sifat-sifat yang ada pada udara.
Perbandingan
yang sangat tepat dari kadar-kadar udara di permukaan bumi tidak hanya
dihajatkan oleh manusia, bahkan ini menjadi salah satu syarat mutlak permukaan
bumi masih menjadi layak sebagai tempat kehidupan. Jika tekanan udara di
permukaan bumi jauh lebih kecil dari kadar yang sekarang, maka laju penguapan
air di seluruh permukaan bumi akan meningkat dratis. jika demikian yang
terjadi, akan terjadi demikian banyak volume uap air yang terperangkap di atmosfer
bumi dan menimbulkan akibat yang selama ini menjadi momok ummat manusia, yaitu
“efek rumah kaca”. Akibat berikutnya perlahan tapi pasti suhu bumi akan terus
meningkat karena begitu banyak energi panas terkurung antara permukaan bumi dan
lapisan atmosfir. Jika ini terjadi, permukaan bumi akan diterjang banjir
bandang karena mencairnya es di kutub-kutub bumi sekaligus dikepung amukan api
dari terbakarnya hutan dan semua tumbuhan di daratan. Dan akhir dari episode
ini adalah kehidupan di permukaan dunia akan menjadi tempat yang mematikan bagi
makhluk hidup. Pulau-pulau bahkan benua, banyak lenyap ditelan laut yang
meluap. Di daratan yang masih tersisa, suhu udara panas menggila. Batas-batas
daya tahan tubuh manusia “ bobol”. Demikian juga hewan dan tumbuhan.
Sebaliknya
jika tekanan udara berada dalam kadar yang lebih tinggi dari ukuran sekarang,
penguapan air tidak pernah wujud lagi. Maka air tidak bergerak. Air laut pun
terus terkurung di lautan. Sementara air di daratan akan tetap terus mengalir
ke laut. Keadaan ini akan menyeret bumi menjadi padang pasir tandus yang kering
kerontang. Permukaan bumi justru kembali menjadi tempat mematikan bagi tumbuhan
dan juga manusia. Setiap detail penciptaan alam ini benar-benar sebuah
rancangan yang sempurna dalam batasan-batasan yang paling tepat bagi kehidupan
semua makhluk.
Saat
kita mengambil napas, maka sesaat kemudian oksigen akan menbanjiri
lorong-lorong sempit gelembung paru-paru kita. Lantas salah satu bagian sel
darah kita, yakni sel darah merah, segera mengikat oksigen tersebut dan
membawanya dalam peredaran menjelajahi tubuh kita. Agar dapat terjadi proses di
atas, Alloh Swt telah merancang oksigen dengan sifat daya larut terhadap air
(dan juga darah) yang tepat benar. Kadar daya larut oksigen ini berbeda dengan
semua jenis udara yang lain. Apa yang terjadi jika daya larut oksigen bukan
dalam kadar seperti sekarang?
Jika
oksigen kurang memiliki sifat larut dalam darah akan menyebabkan sedikit sekali
kadar oksigen dalam darah. Ini menyebabkan semua sel tubuh kita akan kekurangan
oksigen sehingga fungsi kerja organ tubuh akan macet. Otak kita dengan segenap
sel syarafnya akan kolaps. Seberapa kuat kita bernapas, tetap saja kita
akan terancan mati lemas karena tidak cukup oksigen sampai ke sel-sel tubuh
kita.
Sebaliknya
jika daya larut oksigen di atas ambang batas seperti sekarang, kita akan
dijemput kematian justru karena kita bernapas. Setiap tarikan napas yang kita
buat justru mempercepat kita menuju maut. Betapa tidak, karena tingginya kadar
oksigen dalam darah kita justru menjadi racun. Ancaman keracunan oksigen akan
menghantarkan musnahnya kehidupan ummat manusia dan juga semua jenis binatang
di muka bumi. Demikian ironis, manusia dijemput maut justru karena upayanya
dalam bernafas. Namun bersyukurlah kita, Alloh ternyata telah menata demikian
cermat segala sesuatu untuk mendukung proses pernafasan kita.
Seluruh
keteraturan yang penuh keseimbangan ini menunjukkan kepada kita betapa alam
raya ini bukan berjalan dengan sendirinya. Setiap detail bagian dari alam raya
ini ternyata berjalan dalam pengaturan yang tepat benar, dalam kadar-kadar yang
terukur secara sempurna. Sehingga antara manfaat dan mudharatnya terpatok dalam
batasan yang paling menguntungkan bagi kehidupan.
Dengan
kenyataan ini, setiap bagian dari alam raya ini mestinya dapat menjadi
jalan-jalan dalam mengigati Alloh Swt. Zat yang telah merancang, mengendalikan,
dan menjadikannya bermanfaat bagi manusia.
Karena tidak mungkin Alloh Swt menggelar karya-Nya yang agung ini dengan
sia-sia. Pasti tersimpan hikmah-hikmah yang besar. Kini masalahnya adalah,
mampukah kita mereguk kebesaran hikmah-hikmah dari ciptaan Alloh Swt ini bagi
kemajuan iman dan amal kita? Dalam firman-Nya yang Agung Alloh mengingatkan
kita :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Alloh sambil
berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata),‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’
” (Q.S.
Ali Imran:190-192)
Keberkahan
dalam Bersin
Merenungi
setiap udara yang masuk ke saluran pernapasan, sebenarnya dapat memberi kita
hikmah pelajaran yang besar. Pelajaran yang nantinya memberi kesadaran, betapa
diri kita ini amat ringkih dan sangat berhajat kepada Alloh Swt supaya berjalan
mekanisme kehidupan diri kita sendiri. Dan untuk setiap udara yang masuk ke
rongga pernapasan kita, tidak sedikit pun kita turut ambil bagian dalam
mengaturnya. Semua mutlak dalam pengaturan dan pengendalian Alloh Swt.
Ungkapan
“menarik napas” sudah menjadi pemahaman umum untuk mengatakan ketika udara
masuk ke paru-paru kita. Demikian juga sebaliknya, “menghembuskan napas”. Dari
ungkapan ini seakan tersirat bahwa keluar masuknya udara pernapasan ini atas kuasa
kita. Karena kita berkehendak menghirupnya atau sengaja meniupkannya. Apakah
memang demikian? Tentu tidak, setiap udara yang bergerak keluar masuk rongga
pernapasan kita terjadi akibat pergerakan tulang-tulang dada dan sekat rongga
dada yang menyebabkan mengembang dan mengempisnya rongga dada kita. Sementara
pergerakan ini sendiri berjalan di luar kontrol manusia yang punya dada
tersebut. Satu sistem yang digerakkan oleh Qadratullah telah dirancang
oleh Alloh Swt untuk terus aktif semenjak awal mula kita menghirup udara dunia ini
sampai waktunya nanti habis kontrak kita untuk dapat memanfaatkan udara
pernafasan dengan gratis.
Alloh
Swt telah merancang rongga dada kita dengan perpaduan rangkaian tulang belulang
dan serangkaian otot yang saling berpadu membentuk irama gerakan yang dengannya
setiap diri kita dapat hidup penuh kemudahan. Karena walaupun seseorang
tertidur dengan pulasnya, terbuai dalam mimpinya yang indah bertemu bidadari
atau mungkin menjadi raja sesaat, rongga dadanya tidak berhenti untuk selalu
mengembang dan mengempis mengiringi mimpi-mimpinya. Bahkan tanpa campur tangan
sedikit pun dari si empunya badan.
Perjalanan
udara yang masuk ke saluran napas kita dapat menjadi sarana tafakur yang
mendalam atas kebesaran Alloh Swt. Memasuki rongga hidung, udara pernapasan
ternyata tidak sertamerta langsung menerobos masuk ke paru-paru. Udara ini akan
berputar-putar sejenak di dalam rongga hidung. Keadaan ini bisa dimungkinkan
karena rongga hidung sendiri dirancang oleh Alloh Swt dalam bentuk permukaan
bagian dalam penuh lekukan tidak beraturan di sana-sini. Walau tampaknya tidak
beraturan, tapi inilah rancangan terbaik. Karena dengan struktur yang demikian,
setiap udara yang masuk ke rongga hidung akan terhenti sejenak. Saat itulah
sebuah proses adaptasi berjalan. Rongga hidung kita bekerja bak “stabilisator”,
mengatur suhu dan kelembaban udara pernapasan tepat benar dengan suhu dan
kelembaban paru-paru. Jika mekanisme ini tidak ada, maka saat bernapas pada
siang hari yang terik, dada kita akan terasa terbakar. Pun demikian jika
bernapas di cuaca dingin, paru-paru kita niscaya akan turut membeku.
Tidak
hanya itu, rongga hidung kita juga dirancang Alloh Swt untuk mampu menangkap
sebanyak mungkin kotoran-kotoran yang turut masuk bersama dengan udara
pernapasan. Lapisan lendir yang menyelimuti rongga hidung bekerja sangat
efektif menangkap debu dan kotoran, lalu
mengubahnya menjadi semacam kristal-kristal yang lembek yang pada gilirannya
akan terdorong ke luar. Tidak hanya itu, lapisan lendir ini juga menjadi
semacam “cairan radioator” dalam perannya melakukan penyesuaian suhu udara
pernafasan dengan suhu paru-paru. Rancangan yang sempurna benar-benar telah ditempatkan
Alloh Swt dalam penciptaan rongga hidung kita.
Meninggalkan
rongga hidung, udara penapasan menuju tenggorokan. Pada bagian awal tenggorokan
terdapat persimpangan, satu saluran menuju lambung dan satu saluran menuju
paru-paru. Hulu dari persimpangan ini juga ada dua, satu dari rongga hidung dan
satunya dari rongga mulut.
Dalam
kehidupan alam nyata, supaya kendaraan tidak salah jalan atau selonong boy,
biasanya di persimpangan jalan ditempatkan petugas pengatur arus lalu lintas.
Demikian juga pada persimpangan di pangkal batang tenggorok ini. Dua buah
kelenjar otot dirancang Alloh Swt sebagai “polisi lalu lintas” guna mengatur
arus udara dan arus makanan supaya tidak salah jalur. Dengan penuh ketaatan,
dua “polisi” ini bekerja setiap saat sepanjang hayat dikandung badan manusia.
Saat butiran makanan akan lewat persimpangan ini, maka “sang polisi lalulintas”
akan sigap menutup jalan ke arah paru-paru. Pun demikian jika udara mau lewat
menuju paru-paru, jalan menuju arah lambung akan ditutup. Namun terkadang
mekanisme buka tutup pintu persimpangan ini menjadi kacau balau juga, jika
seseorang saat menelan makanan diringi dengan bicara ngalor-ngidul.Dan
akibat dari kacaunya proses buka tutup pintu persimpangan, butiran makanan akan
salah jalur, bukannya masuk ke lampung tapi malah bablas ke jalan menuju
paru-paru. Maka benar sabda Rasulullah saw. Hendaknya saat makan jangan
dibarengi dengan pembicaraan yang sia-sia.
Dinding
tenggorokan sendiri dirancang oleh Alloh Swt dengan lapisan lendir dan
bulu-bulu halus atau sering disebut rambut getar. Dinamai demikian karena
rambut-rambut halus ini selalu bergetar ke satu arah, yaitu ke bagian hulu dari
tenggorokan. Tugas rambut-rambut halus ini adalah menangkap benda-benda asing
yang nyelonong ikut masuk bersama udara pernapasan. Setiap benda yang
tertangkap lantas didorong kembali ke bagian hulu, dan selanjutnya diusir
keluar dari saluran pernapasan. Rambut super halus yang panjangnya tidak sampai
60 mikron ini berjumlah sekitar 100 helai per mikron persegi. Dijuluki sebagai
rambut getar, karena helai demi helai istiqomah bergetar ke satu arah untuk melemparkan
apa saja yang mampu ditangkapnya ke arah hulu. Tanpa kenal capek, helai-helai
rambut ini bergetar dengan kecepatan antara 700 hingga 1.000 kali per menit.
Sebuah perkhidmatan akbar guna mendukung kehidupan manusia, tapi sayang justru
kita kadang terlupa menyadarinya nikmat Alloh ini.
Walau
telah dihadang ratusan juta helai rambut sakti, jika ternyata masih juga ada
tamu tak diundang nekat menerobos masuk, maka sistem kekebalan tubuh dalam
pernapasan kita, siap dengan usaha pamungkasnya untuk mengusir benda asing
tersebut. Bersin dan tersedak adalah mekanisme yang dirancang
Allohbagi tubuh kita sebagai upaya penyelamatan itu. Jika ada benda asing yang
mengancam terganggunya fungsi paru-paru atau keadaan udara yang tidak sesuai
dengan kondisi alamiah paru-paru, maka tubuh kita memberi perintah kepada sekat
rongga dada untuk membuat gerakan dorongan ke atas yang menyebabkan rongga dada
mengecil secara tiba-tiba. Hasil dari upaya ini berupa naiknya tekanan di dalam
ruang dada sehingga udara dari paru-paru terdorong dengan keras keluar
melemparkan semua tamu-tamu tak diundang yang nekat masuk. Hentakan dan
dorongan udara ini konon dapat mencapai kecepatan lebih kurang 900 km/jam. Jauh
lebih cepat mobil balap sekelas formula satu (F1), yang diklaim sebagai
kendaraan darat buatan manusia paling cepat di kolong langit. Maka benar, jika
Rasulullah saw. men-Sunnah-kan kepada kita untuk menbaca Hamdallah jika
kita bersin. Karena dengan bersin, pertanda sistem kekebalan tubuh kita
berjalan dengan normal.
Bergerak
terus ke ujung, udara pernapasan akan menuju muara saluran pernapasan berupa
selaput sangat tipis dan lembut yang tersusun berlipat-lipat menyelimuti
seluruh permukaan paru-paru kita. Lipatan selaput yang sering disebut alveolus
ini jika direntangkan luasnya dapat untuk menutupi separuh lapangan sepak
bola. Selaput dengan luas sekian ini dimampatkan oleh Alloh Swt menjadi hanya
seluas permukaan paru-paru kita. Dalam alveolus inilah bagian udara yang
telah diseleksi sebelumnya, yaitu oksigen, menyatu ke dalam darah. Dan beberapa
saat kemudian udara ini telah beredar menuju seluruh bagian tubuh kita. Proses
ini terus berlangsung sebagai tanda berjalan kehidupan.
Napas
dan Dzikir
Demikian
besar nikmat napas, sehingga banyak para ulama mengajarkan kepada kita untuk
selalu mensyukuri nikmat yang menentukan hidup matinya manusia ini. Dengan
jalan bagaimana? Dengan jalan selalu mengiringi setiap napas kita dengan
dzikirullah.
Dan
bagian dari mengingati Alloh Swt adalah manjadikan nikmat-nikmat ini sebagai
bahan tafakur. Betapa Alloh Swt dengan kuasa-Nya telah menciptakan diri kita
dalam rancangan tanpa cela, penuh keseimbangan yang sempurna, dan dalam
keteraturan tanpa cacat.
“Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali
lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan
sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” (Q.S. Al-Mulk:
3-4)